Senin, 23 Januari 2012

Midnight Fantasy lanjutan

“tapi aku menginginkanmu, tak peduli kau dari kalangan penyihir manapun. Aku tetap menyayangimu.” Kata Keichi yang berjalan mendekati Riko dan memeluknya.
“aku bisa tinggal disini sesukaku, aku sudah lupa tentangmu.” Riko menangis dipelukan Keichi.
“padahal aku sudah benar-benar melupakanmu, Keichi” lanjut Riko lagi. Tiba-tiba Riko terjatuh tapi untunglah Keichi masih memeluknya.
“dia menderita penyakit Rucaness, dia tidak bisa terlalu lama menangis. Dia akan kehilangan kesadaran kalau terlalu lama menangis” jelas Keichi pada Donghae sesaat setelah meletakan Riko di tempat tidur. Donghae hanya manggut-manggut.
“Aku kesini ingin menjemputnya, di negeri ku sudah kusiapkan tabib yang dapat menyembuhkan Riko, tapi aku tahu kau sudah sangat menyayanginya.” Kata Keichi yang mengejutkan Donghae, darimana dia tau perasaannya terhadap Riko.
“bawalah. Bawalah dia pulang Keichi. Kalau memang itu yang terbaik buat Riko. Aku tidak apa-apa. Jagalah Riko.” kata Donghae sambil tersenyum.
Saat itu juga Keichi membawa Riko yang masih tidak sadarkan diri kembali ke Negeri mereka, lebih tepatnya Negeri Keichi. Negeri penyihir hitam. Donghae menahan tangisnya.
Beberapa minggu kemudian Keichi kembali, dia kembali tanpa membawa Riko. Wajah Keichi tampak sedih.
“Maaf, aku tidak bisa melaksanakan perintahmu untuk menjaganya” kata Keichi
“Riko mana? Kenapa kau tidak membawanya? Dia lari lagi?” Donghae menghujani Keichi yang datang tanpa membawa Riko dengan banyak pertanyaan.
“dia sudah tiada” kata Keichi sambil memberikan sebuah wadah cantik berwarna putih berkilauan kepada Donghae. Sama seperti baju Riko pada saat pertama kali bertemu dengan Donghae. Di dalam wadah itu terisi abu yang sangat halus dan berwarna putih.
“penyihir akan berubah menjadi abu jika sudah meninggal, dan Riko berpesan padaku untuk menyerahkan abunya padamu. Simpanlah abu ini, maka dia akan selalu hidup dihatimu dank au akan merasa dia selalu berada disamping mu. Aku pergi dulu” kata Keichi lalu menghilang.
Donghae yang sudah tidak bisa menahan air matanya pun menangis. Air matanya jatuh di atas abu tersebut. Dia merasa sepertia ada yang memeluknya, mengelus-elus rambutnya. Seperti ada yang sedang menenangkannya.
“tenanglah Lee Donghae. Aku disini untukmu.” Donghae mendengar suara Riko walaupun tidak jelas, tapi Donghae yakin itu suara Riko.
{Donghae’s Fantasy End}
“hei.. mau berapa lama kau melamun begitu? Seminggu ini kau sering melamun di tengah malam. Ckckck” kata Eunhyuk yang menyadarkan Donghae. Donghae langsung sadar, dan ternyata dia juga menangis. Dia langsung menghapus air matanya sebelum ketahuan oleh Eunhyuk.
“ayo cepatlah tidur. Besok kita harus cepat-cepat kembali ke Korea” kata Eunhyuk yang sudah berada di atas tempat tidurnya. Donghae pun langsung ikut naik di atas tempat tidur dan langsung memejamkan matanya tanpa berkata apapun pada Eunhyuk.
“akhirnya sampai juga di Korea. Seminggu di Jepang membuat ku rindu pada Korea” kata Heechul pada saat mereka sampai di Bandara Incheon-Korea.
“iya juga ya, hahaha. Ayo kita kembali ke Dorm.” Ajak Leeteuk sang Leader.
“hei hyukkie, tolong bawakan barangku ya. Aku masih harus membeli sesuatu untuk Bada” kata Donghae sambil berlari meninggalkan Eunhyuk yang tampaknya kebingungan.
“kau mau beli apa?” tanya Eunhyuk tapi sayangnya Donghae sudah jauh dan tidak mendengar pertanyaan Eunhyuk.
Pada saat perjalanan pulang ke Dorm, Donghae memilih berjalan untuk pulang ke Dorm karena jarak toko dan Dorm Super Junior tidak jauh. Tapi pada saat melewati sebuah lahan kosong Donghae mendengar suara tangisan, dan dia mencari asal suara tersebut dan mendapati gadis manis sedang menangis karena tangannya terluka.
“tanganmu terluka ya. Sini ku obati” kata Donghae yang ternyata tadi membeli obat luka untuk Bada yang ternyata sudah dikabarkan oleh pegawai SMEnt bahwa bada terluka.
“oh iya, namaku Lee Donghae” kata Donghae sesaat setelah melilit perban ditangan gadis itu.
“terima kasih, nama ku Riko. Kojima Riko.” Kata gadis itu tersenyum, senyuman yang sangat manis dan membuat Donghae terkejut.
‘Nama itu… dan Senyuman itu… mungkinkah dia…’
-The
End-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar